Monday, March 26, 2018

Peran Sarjana Peternakan Dalam Ketahanan Pangan Negara


"Aku bertanja kepadamu, sedangkan Rakjat Indonesia akan mengalami tjelaka, bentjana, malapetaka dalam waktu dekat kalau/atau soal makanan Rakjat tidak segera di petjahkan. Sedangkan soal persediaan makanan Rakjat ini bagi kita soal hidoep dan mati bangsa. Kenapa kalangan-kalanganmu begitu ketjil minat untuk studie pertanian dan perchewanan?,, Tjamkan.. sekali lagi tjamkan!! Kalau tidak "aanpakan"  soal makanan Rakjat ini setjara besar-besaran, setjara radikal dan revolusioner kita akan mengalami malapetaka”. (Soekarno).




Sektor peternakan adalah aspek penting selain pertanian dan perikanan dalam cakupan bidang agrokomplek yang perkembangannya ikut menentukan tingkat kesejahteraan rakyat dan fluktuasi ketahanan pangan negara. Bagaimana tidak? pangan salah satunya terpenuhi dari sumber hewani atau hasil ternak yang sudah menjadi kebutuhan mendasar bagi seluruh manusia. Apalagi membludaknya populasi penduduk Indonesia saat ini yang diproyeksikan dari data BPS di 2016 mencapai 258 juta jiwa dan sangat pesat pertambahannya jika dibandingkan dengan 5 tahun yang lalu yaitu 2011 dengan angka populasi yang masih ± 240 juta jiwa, dari sini dituntut adanya perkembangan yang pesat dalam hal upaya pemenuhan pangan. Berkaitan dengan ini, sarjana peternakan memiliki peran yang besar dalam mewujudkan kecukupan pangan asal hewan untuk seluruh masyarakat Indonesia. Sekilas hal ini terlihat menjadi tugas dari pemerintah dan para peternak yang sekarang ini sudah berdiri, namun sebenarnya sarjana peternakan memiliki tanggung jawab untuk terjun memberikan pemikiran-pemikiran dan menjadi pelaku baru yang ikut andil dalam pengembangan sektor peternakan di Indonesia agar tercipta sistem peternakan dan pengembangan produk olahannya yang memuaskan kebutuhan bangsa.


Jumlah sarjana peternakan/pertanian jika dihitung secara kasar sejak 1945-2015 di Indonesia jumlahnya sebesar 2.450.000 orang (asumsi: 70 tahun x 70 kampus peternakan/pertanian di Indonesia x 500 alumnus per tahun). Dengan kata lain jika jumlah penduduk Indonesia saat ini sekitar 258 juta maka 1 orang ahli peternakan/pertanian memiliki tanggung jawab mengayomi 105 penduduk Indonesia dalam hal ketersediaan pangan asal hewan. Konversi ini dirasa tidak begitu tinggi bila seluruh sarjana peternakan/pertanian yang ada berkomitmen tinggi untuk bersama-sama membangun sektor peternakan di Indonesia menjadi sektor yang memuaskan dan mampu memasok berbagai komoditas ternak serta dapat memenuhi kebutuhan konsumsi rakyat Indonesia. Namun kenyataannya hal ini masih sulit untuk dilakukan, kalangan menengah ke bawah dari penduduk Indonesia masih terbilang jarang mengkonsumsi pangan asal hewani karena terkendala dari segi harga yang ada sangkut pautnya dengan produksi daging lokal yang belum mencukupi kebutuhan penduduknya. Misalnya saja kebutuhan daging sapi tidak sebanding dengan pasokan yang ada sehingga angka impor dari tahun ke tahun meningkat. Dari kondisi itu, sumber daya manusia (SDM) menjadi salah satu faktor penting dan mempengaruhi kecepatan perkembangan sektor agro di Indonesia.


Banyaknya lulusan peternakan yang tidak bekerja pada bidang yang sejalur dengan keilmuan peternakan, seperti bekerja pada bidang perbankan, asuransi, dan industri retail membuat berkurangnya jumlah SDM yang memperjuangkan kemajuan sektor peternakan di Indonesia. Belum lagi para sarjana peternakan yang masih menganggur setelah kelulusan. Berdasarkan data BPS, jumlah pengangguran terdidik pada 2013 sebanyak 434.185 orang meningkat menjadi 495.143 orang pada 2014 dan tentu sarjana peternakan sudah termasuk didalamnya. Jumlah pengangguran terdidik ini mencapai 47,81 % dari total angka pengangguran nasional. 


Penting bagi sarjana peternakan untuk sadar akan perannya setelah menempuh keilmuan peternakan di dunia perkuliahan. Selain harus berusaha mengayomi diri sendiri juga diharapkan mampu mengupayakan untuk mengayomi bangsanya sehingga dapat dihindari adanya perbedaan bidang pekerjaan yang dipilih setelah kelulusan maupun rendahnya motivasi untuk bekerja sehingga memunculkan pengangguran terdidik lulusan sarjana.


Jika diingat negara Indonesia mengalami 3 kali kegagalan dalam mengupayakan Swasembada Daging Sapi Nasional, terhitung target PSDS (Program Swasembada Daging Sapi) di 2005, kemudian target di 2010 dan 2014. Tentu saja selain faktor bibit, kebijakan dan teknis juga dipengaruhi faktor dari jumlah orang yang terlibat untuk mensukseskan wacana tersebut. Jika masih saja banyak sarjana peternakan muda yang kurang peka terhadap masalah-masalah krusial yang dihadapi negara ini khususnya di bidang pengadaan pangan hewani maka akan sulit untuk mewujudkan ketahanan pangan yang memuaskan di Indonesia.


Tingkat rata-rata konsumsi protein penduduk Indonesia masih rendah, yakni di 2011 tercatat sebesar 56,25 gram per kapita/hari turun drastis di 2012 menjadi 53,14 gram per kapita/hari dan masih turun kembali di 2013 menjadi 53,08 gram per kapita/hari. Bila dibandingkan dengan negara-negara lain angka pemenuhan kebutuhan protein hewani di Indonesia masih rendah yaitu 60 % per orang/tahun, jumlah itu jauh tertinggal dibandingkan Vietnam yang sudah mencapai 80 % dan Thailand 100 %. Hal ini sangat mempengaruhi tingkat penduduk yang dapat dinyatakan lolos tahan pangan di Indonesia. Menurut data BPS yang diolah oleh Badan Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan jumlah penduduk tahan pangan di Indonesia masih sekitar 48,86 % dan sisanya merupakan penduduk rawan pangan. Ini menjadi tugas besar bagi para sarjana peternakan/pertanian untuk menemukan solusi tepat untuk mendongkrak tingkat pemenuhan konsumsi protein asal hewani masyarakat Indonesia. Lebih ditekankan pada pengaplikasian ilmu yang telah dikantongi untuk melakukan pergerakan-pergerakan pengembangan berbagai komoditas peternakan yang ada. Pengembangan berbagai komoditas peternakan dapat dilakukan melalui analisa tingkat kemajuan tiap komoditas terlebih dahulu yang kemudian memaksimalkan segala peluang yang terlihat. Banyak harapan yang ditaruh pada para sarjana peternakan untuk dapat mengantarkan Indonesia menjadi lebih baik dalam hal ketahanan pangan asal ternak.

Senin, 26-Maret-2018
________________________________
(Cah Angon)
#Salam Cinta Dari Ujung Kandang




No comments:

Post a Comment

Beternak Kelinci, Usaha Sampingan yang Menguntungkan

  Kelinci merupakan hewan yang sangat lucu dan menggemaskan. tidak heran jika banyak orang yang hobi memelihara kelinci. selain lucu, te...